SATUAN Tugas Patroli Direktorat Siber Bareskrim Polri baru saja menangkap tiga orang yang tergabung dalam sindikat penyebar ujaran kebencian bernama Saracen. Kelompok ini memanfaatkan kemajuan teknologi media sosial untuk menyebarkan hate speech yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) maupun hoax. Terungkap, tindakan ini merupakan bisnis haram mereka yang berlandaskan ekonomi, namun ada yang menyebutnya berasal dari pesanan bermuatan politik.
Dalam melakukan aksinya, ketiga pelaku membuat grup-grup di Facebook atau media sosial lain. Saracen diketahui beranggotakan JAS (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau; SRN (32) diamankan di Cianjur, Jawa Barat; dan MFT diciduk di Koja, Jakarta Utara. Saracen memiliki struktur layaknya organisasi, sebagaimana tercantum di website Saracennews.com, dan telah beraksi sejak November 2015. JAS berperan sebagai ketua kelompok, MFT ketua bidang informasi, dan SRN koordinator wilayah.
Ketiganya merekrut anggota melalui daya tarik berbagai unggahan yang bersifat provokatif menggunakan isu SARA sesuai perkembangan tren medsos. Mereka pun dengan mudah menggiring opini masyarakat sesuai keinginannya. Saracen pandai mengikuti isu nasional hingga daerah, kemudian mengunggahannya berupa kata-kata, narasi, serta meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lain.
Terkait hal ini, sejumlah pihak meminta para pemangku kebijakan beserta petugas penegak hukum untuk intens memberikan pengawasan, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Diketahui, menjelang gelaran pesta demokrasi itu sejumlah oknum tidak bertanggung jawab akan menebar kebencian melalui sejumlah media. Tujuannya, memecah belah suara pemilih hingga menggagalkan pasangan calon tertentu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pun diharapkan segera menyiapkan langkah-langkah mengatasi permasalahan munculnya fenomena berita hoax dan ujaran kebencian di jejaring sosial. Langkah ini diperlukan guna membuat para pemilih merasa aman ketika memberikan hak suaranya.
Anggota Komisi I DPR RI Arwani Thomafi mengatakan, langkah tersebut penting disiapkan KPU maupun Bawaslu guna menciptakan suasana politik yang kondusif saat pilkada dan pemilu. "Menyongsong Pilkada Serentak 2018 dan Peilpres 2019, penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, agar merumuskan persoalan ini masuk dalam pidana pemilu/pilkada," ujarnya, Jumat 25 Agustus 2017.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mendorong kader yang mengikuti kontestasi politik di pilkada serta pileg agar menggunakan instrumen medsos untuk meraih kemenangan dalam kontestasi politik. "Ini agar semuanya tetap mengedepankan akhlaqul karimah," ucapnya.
Arwani juga berharap adanya keadaan yang kembali sejuk di masyarakat, terutama saat menggunakan jejaring sosial pasca-tertangkapnya sindikat Saracen. "Dengan pengungkapan jaringan Saracen ini diharapkan suasana dan kondisi di media sosial kembali sejuk," jelasnya.
Sementara anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyikapi pengungkapan sindikat penyebar ujaran kebencian Saracen sebagai kasus yang serius. Politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai pada dasarnya fenomena penyebaran informasi hoax dan ujaran kebencian di Indonesia bukan baru dewasa ini terjadi.
Berdasarkan pengamatan Sukamta, pada 2010–2011 sudah marak sekali peredaran berita palsu (hoax) di media sosial. Hal tersebut seiring ledakan penggunaan medsos di Tanah Air maupun dunia. Selama 7 tahun terkahir, pergerakannya juga tidak begitu dianggap prioritas karena keberadaannya yang timbul-tenggelam.
"Istilah hospitality-nya, ini ada low season dan high season. Saat ada event politik, mereka naik. Ketika sepi kontes politik, menurun pergerakannya di media sosial," ujar dia dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu 26 Agustus 2017.
Sementara saat ini tensi politik dipandang sedang menurun. Ia memprediksi berita hoax bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali meningkat pada Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019. "Kemarin pilkada sempat meninggi ujaran kebencian di medsos, sekarang turun. Nanti akan naik lagi, puncaknya saat Pilpres 2019," ungkap dia.
Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah PKS Daerah Istimewa Yogyakarta itu pun menekankan betapa berbahayanya fenomena hoax ini. Bukan saja merugikan orang atau kelompok maupun korporasi yang difitnah, tetapi juga berpotensi merusak keutuhan bangsa.
Maka itu, ia sangat mengapresiasi keberhasilan Polri mengungkap sindikat Saracen yang menyebar hoax dan ujaran kebencian di media sosial. Lulusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut berharap Polri bisa mengungkap jaringan bisnis lain yang sejenis dengan Saracen. Sebab, ia mendapat informasi bahwa Saracen baru perusahaan "kelas terinya". Situs mereka tidak masuk 10 besar paling dibaca di Indonesia. Apalagi di dunia, peringkatnya masih di bawah 5 juta.
Sukamta percaya ada jaringan bisnis penebar kebencian yang akunnya lebih banyak, jaringannya lebih luas dan terorganisasi, serta modalnya lebih besar. Ia mengingatkan, jangan sampai polisi berhenti mengejar jaringan yang lebih besar dengan menjadikan Saracen scarecrow atau contoh untuk menakut-nakuti orang saja.
(han)
0 Response to "FOKUS: Waspada! Peredaran Hoax dan Ujaran Kebencian Meluas ... - Okezone"
Post a Comment