Pers, media massa, ataupun media sosial memiliki sejumlah fungsi. Fungsinya antara lain fungsi informasi, yang menyajikan berita kepada masyarakat tentang suatu kejadian. Kedua, fungsi hiburan, yang bermuatan minat masyarakat atau entertainment.
Ketiga, fungsi pendidikan, yang menyajikan pengetahuan. Fungsi terpenting adalah kontrol sosial. Media menjadi penyeimbang terhadap peran sosial dan politik masyarakat.
Aher menyatakan informasi yang disajikan media haruslah berupa fakta, kejadian yang benar, atau berasal dari narasumber yang kredibel.
Sebab, lanjut Aher, melihat kondisi saat ini sangatlah rawan masyarakat mengkonsumsi berita bohong, bahkan fitnah yang diistilahkan hoax.
Tak jarang, berita yang mengkhianati kode etik tersebut juga mengandung unsur adu domba, bahkan dengan bahasa yang kurang baik. Namun mirisnya, justru tak sedikit masyarakat yang malah reaktif dan turut menjadi penyebar informasi hoax tersebut.
Aher menambahkan fenomena hoax merupakan efek samping dari kemajuan teknologi informasi. Tumbuh kembangnya penggunaan media sosial membuat setiap orang bisa memposisikan diri sebagai jurnalis (citizen journalism) yang dengan mudah disebarluaskan secepat kilat berkat internet.
"Kini setiap orang bisa berperan sebagai pers, ia bisa buat berita sendiri, menyebarkan sendiri. Kalaulah pada sebuah perusahaan media ada pimpinan redaksi (pimred), ya setiap orang bisa jadi pimred juga untuk dirinya masing-masing," ungkap Aher, dalam keterangan tertulis dari Pemprov Jabar, Kamis (24/8/2017).
Aher mengatakan itu pada acara Jambore PR Indonesia (Jampiro) di Ballroom Hotel Grand Keisha, Jalan Gejayan Nomor 9, Yogyakarta, Rabu (23/8).
Menurut hasil survei Puskakom UI dan APJII, penggunaan internet terbanyak adalah jejaring sosial 87,4 persen, mesin pencari 68,7 persen, chatting 59,9 persen, dan pencarian berita 59,7 persen.
Aher pun mencontohkan bahwa hoax pun telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Contohnya, fitnah Al Walid bin Urwah kepada Bani Mustahiq yang hampir menyebabkan perang. Serta contoh lainnya, fitnah kaum munafik kepada Ummul Mukmin Siti Aisyah hingga menyebabkan perpecahan umat.
Maka, untuk menjawab fenomena literasi media yang menyimpang pada masyarakat tersebut, Aher menawarkan konsep jurnalisme tabayun (mencari kejelasan).
Dalam jurnalisme tabayun, Aher menganjurkan setiap masyarakat yang menerima berita selalu teliti memperhatikan narasumber. Selain itu, penerima berita perlu teliti memeriksa konten dan bukti atau fakta berita dari narasumber.
Aher mengimbau masyarakat tidak tergesa-gesa menyebarkan berita ketika baru diterima dengan merujuk prinsip bukan hanya 'cover both sides', tapi juga 'cover all side'.
Aher juga menuturkan sejumlah pilar tabayun, yaitu siddiq, pembela dan penegak kebenaran. Artinya, pers harus berpihak dan membela kebenaran. Kemudian amanah artinya tepercaya dan dapat dipercaya. Seorang jurnalis harus jujur dengan data dan fakta di lapangan dan tidak boleh memanipulasi bahkan mendistorsi fakta.
"Tabligh artinya menyampaikan. Seorang jurnalis harus menginformasikan berita atau kejadian yang sesungguhnya. Tentu tak ketinggalan yaitu fathonah, artinya cerdas dan berwawasan luas," sambung Aher.
Maka Aher mengajak masyarakat dan insan pers membangun pers yang sehat.
"Semua bersepakat membangun pers yang sehat. Kebebasan pers membangun kesadaran kolektif bangsa agar mengakselerasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. kebebasan berbatasan dengan kebebasan yang lain. Mengedukasi masyarakat agar sadar akan hak dan kewajibannya," tutur Aher.
The Best Communicators 2017
Masih pada acara yang sama, Aher menerima penghargaan PR Indonesia Best Communicators 2017 kategori Gubernur. Penghargaan diserahkan langsung kepada Aher.
"Kami mengucapkan selamat atas prestasi ini. Seraya berharap peraih penghargaan PR Indonesia Best Communicators 2017 menjadi role model bagi para pemimpin organisasi atau korporasi di semua tingkat di seluruh Tanah Air, dalam setiap upaya memperkuat reputasi lembaga atau organisasi atau korporasi, bahkan bangsa melalui aktivitas public relations (PR)," ungkap CEO and Founder PR Indonesia Asmono Wikan.
PR Indonesia memberikan penghargaan kepada setiap sosok pemimpin yang berhasil mewujudkan reputasi positif kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah atau korporasi atau organisasi di mata stakeholders. Penghargaan tersebut bertajuk 'PR Indonesia Best Communicators 2017".
Asmono mengatakan, untuk mendapatkan sosok pemimpin dimaksud, pihaknya bekerja sama dengan perusahaan media monitoring, Indonesia Indicators.
"Kami menghimpun data sepanjang 1 Januari-30 Juni 2017 untuk mencari sosok pemimpin yang paling banyak mendapat pemberitaan positif di 13 media cetak mainstream nasional," kata Wikan.
"Adapun 13 media cetak tersebut yakni harian Kompas, Rakyat Merdeka, Bisnis Indonesia, Suara Pembaruan, Investor Daily, Indopos, Koran Tempo, Jawa Pos, majalah Tempo, Koran Sindo, Media Indonesia, Republika, dan The Jakarta Post," ucap dia.
Asmono menjelaskan ada beberapa indikator yang dijadikan acuan penilaian. Acuan tersebut adalah volume pemberitaan di media mainstream yang dihitung oleh perusahaan yang bergerak di bidang intelligencemedia bernama Intel Media.
"Intel Media merupakan perusahaan yang mampu memonitor dan menganalisis pemberitaan. Hasilnya ternyata Pak Aher volumenya pemberitaannya besar," tuturnya.
Dari penghitungan 6 bulan terakhir pemberitaan tentang Aher, total mencapai 8.401 berita, baik di media cetak maupun online mainstream.
"Kalau di media cetak nasional mainstream itu totalnya ada 425 pemberitaan selama 6 bulan terakhir. Semua itu pemberitaan yang baik dari segi informasi," terangnya.
Selain itu, Aher dinilai mempunyai kapasitas memimpin tim komunikasi di pemerintahan dengan profesional. Indikatornya dilihat dari kualitas penyampaian informasi kepada masyarakat, baik itu melalui media sosial maupun website resmi Pemprov Jabar.
"Hubungan humas dengan media massa mainstream juga sangat baik. Tidak ada krisis komunikasi," terangnya.
Event 'Jambore PR Indonesia (Jampiro)' merupakan salah satu aktivitas off-print tahunan. Jampiro juga didukung oleh seluruh komunitas humas/public relations (PR) di Indonesia, seperti Bakohumas, IPRAHumas, Perhumas, FH BUMN, PR Society, APPRI, dan organisasi lainnya.
Aher memaknai penghargaan ini sebagai perhatian dari khalayak terhadap setiap gerak yang dilakoninya.
Ia pun bersyukur mendapatkan sorotan dari hasil pantauan PR Indonesia yang menyatakan hal atau berita yang dimuat oleh sejumlah media mainstream nasional terkait aktivitasnya sebagai seorang kepala daerah merupakan berita positif.
"(Sebagai pejabat publik) kita harus pandai-pandai mengkomunikasikan kepada masyarakat apa saja yang akan, sedang, dan sudah kita lakukan. Kalau kurang komunikasi nanti dikhawatirkan ada prasangka buruk seakan-akan kita tidak melakukan apapun," kata Aher.
"Ini keterbukaan, positif-negatifnya dikritisi boleh, dipuji boleh. Hal-hal seperti itu sangat penting untuk masyarakat kita sehingga media menjadi penting bagi komunikasi kita dengan masyarakat luas," sambung Aher.
Aher menuturkan salah besar bila apa yang dilakukan sebuah instansi atau badan tidak dikomunikasikan atau dilakukan upaya 'public relations' atau kehumasan. Dia berpesan kepada humas untuk memberitakan hal dengan apa adanya.
"Khususnya kepada humas pemprov yang mengikuti saya juga para media beritakan saya apa adanya. Apabila positif tulis positif, apabila sedang kurang baik, tuliskan saja kurang baik untuk diperbaiki ke depannya," imbaunya.
Kepala Bagian Publikasi, Peliputan, dan Dokumentasi Setda Jabar Ade Sukalsah menuturkan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik senantiasa akan dijunjung tinggi. Seorang narasumber yang baik akan memegang prinsip tersebut, dan Aher merupakan sosok yang sadar akan hadirnya hakikat tersebut.
Maka diraihnya predikat oleh Aher, merupakan motivasi bagi unit kerjanya untuk menerapkan prinsip-prinsip kehumasan yang baik. Baginya, ketika Aher meraih 'Best Communicator', menjadi dukungan, termasuk motivasi untuk juga meningkatkan media relation yang baik.
"Ini indikatornya yang ditetapkan oleh PR Indonesia adalah sebagai gubernur yang sadar public relations (PR), salah satunya yang paling dominan adalah pemberitaan positif di 13 media mainstream nasional. Kemudian dikukuhkan sebagai best communicator," tutur Ade.
"Kan jarang-jarang kepala daerah yang mempunyai kesadaran PR yang cukup baik, jadi narasumber di berbagai media, mudah untuk diwawancara, mudah diakses oleh wartawan. Sebagai sosok kepala daerah seperti ini cukup jarang," tambahnya.
Bagi pihaknya, ketika gubernur didapuk menjadi best communicator, kata Ade, secara tidak langsung itu menjadi motivasi ke depan untuk meningkatkan kinerja media relation dengan lebih baik.
"Apalagi, dalam beberapa kesempatan, Pak Gubernur selalu menyebut bahwa humas itu adalah etalase pemerintah daerah," lanjutnya.
Dalam mengimplementasikannya, pihaknya akan menerapkan prinsip kehumasan, antara lain menjunjung keterbukaan informasi publik dan menjaga hubungan baik dengan semua pihak, baik masyarakat maupun media massa.
Di samping itu, pemanfaatan kanal media sosial akan terus dimaksimalkan sebagai corong publikasi program dan kebijakan pemerintah, meskipun berisiko menguras energi.
"Dari awal, kami berkomitmen menggunakan new media (media sosial) agar informasi bisa diterima oleh masyarakat luas," ucap Ade.
(nwy/ega)
0 Response to "Lawan Hoax, Gubernur Jabar Kenalkan Jurnalisme Tabayun - Detikcom (Siaran Pers) (Pendaftaran)"
Post a Comment