Menurut Rocky, minimnya pendidikan literasi di Indonesia diakibatkan karena pemerintah lebih menekankan sisi indoktrinasi. Contohnya adalah penanaman ideologi Pancasila yang berlebihan dengan cara melembagakan UKP-PIP (Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila).
"Padahal Pancasila itu ideologi terbuka yang mesti bebas penafsirannya. Tidak harus sesuai dengan doktrin pemerintah," jelasnya.
Rocky menilai hoax hadir akibat destabilitas politik Indonesia. Sebaliknya, hoax tak akan berkembang di negara dengan kondisi politik yang stabil.
"Saya tidak perlu jelaskan secara detil soal destabilitas itu. Ya, misalnya korupsi."
"Semestinya hal itu juga dilakukan pada literasi," tegasnya.
AS Laksana, di acara diskusi yang sama, menyepakati Rocky soal dampak buruk indoktrinasi dan penyeragaman yang dilakukan oleh pemerintah.
"Masyarakat kita terbiasa dengan penyeragaman. Sedangkan penyeragaman adalah dasar dari indoktrinasi dan mobilisasi." Efeknya, lanjut AS Laksana, sekarang ini yang menyebarkan hoax adalah orang-orang yang minim literasi. Hoax mudah menyasar orang-orang dengan tingkat pendidikan rendah atau mereka yang menelan mentah-mentah konten berita tanpa ada sikap kritis sama sekali.
Di kesempatan yang sama Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) Jakarta Astari Yuniarti menyatakan cara tepat untuk melawan hoax di Indonesia adalah dengan pendidikan literasi media sosial."Perlawanannya di media sosial terlebih dahulu," kata Astari.
Pendidikan literasi media sosial, lanjut Astari, dapat menumbuhkan daya kritis pengguna media sosial atas berita-berita yang tersebar di linimasa. Pendidikan literasi ia pandang efektif untuk melatih kemampuan memahami isi dari sebuah teks yang ada. Daya kritis tak akan terbangun tanpa pemahaman yang baik.
"Orang yang pikir kritis akan menaruh kepercayaan seminimal mungkin pada kebenaran sebuah berita," kata Astari.
Menurut penelitian MAFINDO, selain menyasar generasi muda, pendidikan literasi medsos juga harus dilakukan kepada pengguna medsos generasi tua. Generasi Z, katannya, lebih peka pada hoax ketimbang orang-orang dari generasi sebelumnya.
Pemerintah mempunyai andil yang besar di dalam memfasilitasi pendidikan literasi di media sosial. Penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik alias UU ITE saja tidaklah cukup, pungkas Astari.
Baca juga artikel terkait SITUS HOAX atau tulisan menarik lainnya M. Ahsan Ridhoi
(tirto.id - san/awa)
Keyword
REKOMENDASI
- Gerilyapolitik.com Dilaporkan Tim Anies-Sandi ke Dewan Pers
- Ketua Komisi III Minta Polisi & BIN Deteksi Penyebar Hoax
- Info Hoax Soal Kesehatan Paling Banyak Beredar di Masyarakat
- BKKN Sebut Banyak Berita Hoax Tentang KB di Medsos
KONTEN MENARIK LAINNYA
- DPRD DKI Setujui Pinjaman Dana MRT Fase II Rp22,5 Triliun
- Bandara Kulon Progo Diklaim Sudah Memperhitungkan Tsunami
0 Response to "UU ITE Tak Cukup untuk Menangkal Hoax - tirto.id (Siaran Pers) (Blog)"
Post a Comment