Santri Banyumas dan pemuda Katolik gotong royong perangi hoax - merdeka.com

Merdeka.com, Jawa Tengah - Seratus pemuda yang terdiri atas santri dan warga Katolik membentuk tim anti penyebaran hoax sebagai respon kian merebaknya hoax di masyarakat. Gerakan mereka diawali dengan penyelenggaraan pelatihan melawan hoax, Sabtu - Minggu, 19 - 20 Agustus di Pondok Pesantren An-Najah Banyumas.

"Mereka berasal dari latar belakang dan daerah yang berbeda, mulai dari Purworejo, Kebumen, Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas dan Cilacap. Selain itu, ada pula remaja katolik dari wilayah Pantura, Batang, Pekalongan, Tegal hingga Brebes Kabupaten,” kata Humas Komunikasi Sosial Keuskupan Purwokerto, Robertus Sutriyono, Minggu (20/8).

Sutriyono menjelaskan, pelatihan itu menekankan pada bagaimana remaja menghadapi berita hoax yang kerap beredar di media sosial. Seringkali, hoax itu menggunakan isu sensitif, yakni Suku Agama Ras (SARA).

Padahal, isu SARA di Indonesia dan berbagai bagian belahan dunia masih menjadi isu yang amat sensitif dan dapat memicu konflik. Isu itu kerap ditunggangi kepentingan politik. Seringkali, pengguna media sosial percaya dan membagikan informasi yang tak jelas itu.

"Pengalaman-pengalaman pada event politik, ada yang iseng membuat, tetapi disinyalir ada juga pihak-pihak yang secara sengaja memproduksi berita-berita hoax itu. Bagaimana sih menghadapi berita hoax itu,” ucapnya.

Dalam pelatihan dua hari itu, peserta berlatih untuk menggunakan media sosial secara bijak dan berlatih teknik untuk mengklarifikasi informasi hoax dengan mencari sumber yang bisa dipercaya. Mereka akan membagikan klarifikasi itu di grup-grup media sosial, seperti facebook, twitter maupun aplikasi pesan.

Para relawan ini, kata Sutriyono, dibentuk untuk berburu berita hoax yang beredar di media sosial. Lantas, saat sudah mendapat informasi yang dipercaya, mereka akan melawan atau mengklarifikasi informasi tersebut.

“Teman-teman yang memang berasal dari latar belakang berbeda, di satu sisi para pemuda katolik, kemudian di sisi lain ada santri pondok pesantren An Najah yang merupakan mahasiswa. Dari situ ketika nanti menjadi bagian dari tim, dengan kesadaran, kalau itu secara nalar mendapati ada kebohongan, maka teman-teman ini akan mencoba mengklarifikasi dari sumber-sumber yang tepercaya,” jelasnya.

Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Purwokerto, RD Teguh Budiarto mengatakan, hoax berseliweran karena lemahnya tradisi literasi. Bahasa lisan kerap diterima dengan mudah tanpa melakukan kroscek terlebih dahulu.

"Tradisi lisan ini diterima dengan mudah tanpa kroscek. Karena itu, tradisi literasi harus dihidupkan," katanya.

Teguh mencontohkan, bahaya hoax juga pernah terjadi di Pekalongan pada Maret 2017. Di kota tersebut diberitakan terjadi pertemuan generasi muda PKI. Padahal, sebenarnya kegiatan tersebut merupakan pengumuman lomba baca puisi.

"Karena beritanya diedit dan dibikin menghebohkan. Sampai kegiatan tersebut dibatalkan," ujarnya.

Tenaga Ahli Kedeputian Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi di kantor Staf Presiden (KSP), Alois Wisnuhardana, yang menjadi pemateri tunggal, mengatakan, di Indonesia sedang marak kelompok tertentu yang memproduksi berita hoax untuk kepentingan masing-masing.

Dia menyebut ciri hoax yang dilansir Google Lab News pada Hari Pers Internasional 2017 beberapa di antaranya dalam bentuk parodi, satire, dan kamuflase.

"Informasi di telepon genggam sebanyak 89 persen adalah sampah hal-hal yang sebenarnya tidak kita butuhkan," ujarnya.

Santri Banyumas dan pemuda Katolik gotong royong perangi hoax - merdeka.comSantri Banyumas dan pemuda Katolik gotong royong perangi hoax - merdeka.com

HALAMAN 2

0 Response to "Santri Banyumas dan pemuda Katolik gotong royong perangi hoax - merdeka.com"

Post a Comment