"Kalau yang terdidik pasti tidak akan nyebar hoax kan ya," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, kepada wartawan seusai acara penandatanganan MoU filantropi untuk pemberdayaan umat, di Grha Sabha Pramana UGM, Kamis (1/3/2018).
Dijelaskannya, sudah lama Muhammadiyah memandang media sosial dan dunia digital relasi baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Sebagian masyarakat, kata Haedar, belum siap atau belum dewasa dalam menggunakan media sosial.
Menurut Haedar, dalam perspektif fiqih informasi Muhammadiyah, ujaran kebencian oleh siapapun, lewat media apapun, kemudian untuk motif tujuan apapun, merupakan sesuatu yang tidak menunjukkan akhlak mulia dalam sisi moral. Muhammadiyah mengecam dan tak menyetujui berbagai macam bentuk dan perilaku kriminal tersebut.
"Adapun kasusnya, silakan menjadi tugas kepolisian untuk mengusut tuntas, dan tidak kalah pentingnya untuk upaya pencegahan," ujarnya.
Haedar berpandangan upaya pencegahan setidaknya ada dua cara, yang pertama adalah meningkatkan sistem pengamanan digital. Dalam hal ini Kementerian Kominfo dan polisi harus lebih canggih untuk mencegah sebelum terjadi sebuah kasus hoax lewat media sosial.
"Yang kedua edukasi, tidak ada proses pembelajaran berharga selain edukasi. Muhammadiyah akan mengedukasi masyarakat agar tidak memproduksi, mereproduksi, maupun memobilisasi ujaran kebencian," imbuhnya.
Untuk diketahui, salah satu kasus penyebaran berita hoax menjerat TAW (40), dosen tidak tetap Universitas Islam Indonesia (UII). Dia ditangkap aparat Polda Jawa Barat, Senin (26/2) malam. Saat ini pihak UII menyatakan TAW tidak lagi diperbantukan sebagai pengajar.
(mbr/mbr)
0 Response to "Tanggapan Muhammadiyah tentang Tenaga Pendidik Terkait Kasus ... - Detikcom (Siaran Pers)"
Post a Comment