– Pelaku Terancam Hukuman Pidana
MAKASSAR, RAKYATSULSEL.COM – Kandidat independen Ichsan Yasin Limpo – Andi Mudzakkar (IYL – Cakka) terus diserang berita hoax dalam dua hari terakhir ini. Berita bohong yang bersifat menghasut ini diduga dibekingi kekuatan besar untuk menjegal pasangan ini masuk ke arena pertarungan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2018 mendatang.
Setelah berita hoax dukungan Bupati Bone Andi Fashar Padjalangi, kini muncul lagi fitnah rekayasa dukungan dari Bupati Kepulauan Selayar Basli Ali. Padahal, dokumen kedua bupati tersebut tidak pernah ada dalam berkas kandidat yang dikenal dengan Punggawa Macakka ini.
Ketua KPU Kepulauan Selayar, Hasiruddin, mengungkapkan, berdasarkan data yang ada di Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU Selayar, tidak ada nama Basli Ali yang tercatat sebagai yang memberikan dukungan. Dalam aplikasi Silon tersebut, memuat nama yang memberikan bukti dukungan bagi pasangan calon perseorangan dan harus sesuai dalam bentuk fisik (Model B1 KWK), sebagai prasyarat pencalonan kepada KPU.
“Saya juga heran kenapa bisa ada nama Pak Bupati, padahal namanya tidak ada dalam Silon KPU,” kata Hasiruddin saat dikonfirmasi, Rabu (13/12) kemarin.
Tidak adanya nama Basli Ali di Silon KPU, sebelumnya juga diakui oleh tim IYL Cakka. Politisi Golkar itu tidak tercatat di berkas pemberi dukungan. Sehingga, mereka memastikan ada yang mencoba merekayasa.
Begitupun dengan nama Bupati Bone Andi Fashar M Padjalangi.
Ketua Bawaslu Sulsel, Laode Arumahi, secara tegas menyatakan, informasi berupa pemberitaan hoax perlu diwaspadai jelang pilkada serentak di Sulsel. Berbagai insiden sering muncul akibat pemberitaan hoax yang sifatnya mengarah pada provokasi masyarakat, sehingga terjadi hal yang merugikan semua pihak.
“Sebagai antisipasi, kami mengimbau agar masyarakat juga publik mewaspadai informasi hoax. Karena merugikan semua pihak,” ujarnya, Rabu (13/12).
Ia mengatakan, akun-akun di media sosial yang digunakan untuk kampanye harus terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Kami akan tindak lanjuti jika ada berita seperti itu, yang dapat mengganggu jalannya pilkada,” kata Laode.
Sementara, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel, Mattewakkang, mengimbau agar seluruh lembaga penyiaran yang ada di Sulsel untuk tidak ikut dalam menyebarkan berita yang belum tentu benar adanya. Apalagi, apabila sumber informasi dalam pembuatan berita berasal dari sosial media yang belum tentu terjamin kebenarannya.
“Kami mengimbau semua lembaga penyiaran untuk tidak ikut menyebar hoax, yang biasanya ada banyak di media sosial, di berita online. Saya tidak menuduh, tapi kebanyakan gorengannya dari media,” ungkap Mattewakkang.
Ia mengingatkan, segala bentuk informasi yang bersumber dari sosial media tidak dijadikan rujukan dan cukup menjadi konsumsi para pengguna sosial media saja. Karena bukan tidak mungkin, ada saja oknum yang ingin menjatuhkan pihak lain. Apalagi dalam kontestasi perpolitikan yang sangat sensitif dan rawan menjadi sumber konflik.
“Harapan kami, lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik ini, baik TV maupun radio itu tidak menjadikan sumber berita terhadap berita-berita yang seperti itu. Kasarnya kalau dia di sosial media sampai disitu saja, jangan lagi diekspor ke frekuensi kita. Paling tidak, lembaga penyiaran tidak menjadikannya rujukan sebagai sumber informasi dan berita,” terangnya.
Apabila lembaga penyiaran ingin menggali informasi dari sosial media, lanjutnya, hendaknya memverifikasi kebenarannya dari sumber yang dapat dipercaya. Tidak langsung mencaplok informasi yang ada, sehingga dapat dikategorikan sebagai berita hoax.
“Imbauan kami seperti itu, agar lembaga penyiaran tidak ikut menjadi penyebar berita hoax. Saya berharap, lembaga penyiaran melakukan verifikasi, cek dan ricek, ketika ada berita atau informasi yang diragukan kebenarannya atau diragukan faktualnya,” tegas Mattewakkang.
Saat ditanya terkait bentuk penindakan yang dilakukan KPID apabila menemukan lembaga penyiaran yang terbukti menyebarkan berita hoax, menurut Mattewakkang, akan dilakukan penilaian terlebih dahulu sebelum dilakukan peneguran. Bahkan, bagi masyarakat yang merasa dirugikan apabila ada pemberitaan yang tidak sesuai, KPID menyediakan loket aduan untuk selanjutnya dikaji.
“Itu ada standar terkait penyebaran-penyabaran informasi seperti itu (hoax). Ada standar KPID dalam menilai, juga punya pengawasan yang menonton dan mendengarkan selalu lembaga penyiaran, jadi bisa langsung ditegur. Kami juga menerima aduan masyarakat ketika ada siaran atau informasi dari lembaga penyiaran yang cenderung seperti itu, kami bisa melakukan teguran,” pungkasnya.
Terpisah, Pakar Politik Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, Arief Wicaksono, menuturkan, penyebaran berita hoax memang sangat rawan dalam pelaksanaan kontestasi pilkada. Apalagi, penyelewengan informasi sudah sangat mudah terjadi dengan teknologi informasi yang kian modern.
“Saya pikir hal itu penting untuk dipikirkan. Mengingat, kompetisi dalam demokrasi prosedural kita saat ini masih membuka peluang untuk terjadinya penguasaan, dan bahkan penyelewengan informasi. Terutama yang melalui media online,” tuturnya.
Dimana, media online yang juga semakin tinggi pertumbuhannya sangat memudahkan penyebarluasan berita maupun informasi yang memiliki kepentingan pribadi didalamnya. Bahkan, bukan tidak mungkin sebagian media online sengaja didirikan hanya untuk kepentingan pribadi sendiri.
“Bisa kita bayangkan, betapa mudahnya saat ini orang membuat media online dan juga memilikinya. Bisa juga kita bayangkan, bagaimana jika para pemilik media itu juga punya kepentingan-kepentingan politik dan cenderung mengahalalkan segala cara,” papar Arief.
Ia menjelaskan, itulah asal muasal hoax dalam politik. Apalagi secara sosiologis masyarakat di Indonesia secara umum adalah masyarakat tontonan. Sekaligus masyarakat gosip, yang punya kecenderungan cepat membenarkan pengetahuan baru yang mereka dapatkan. “Jadi, jangankan di Sulsel, saya kira soal hoax politik ini ada dimana-dimana,” pungkasnya.
Maraknya berita hoax tersebut, juga menjadi perhatian Polda Sulsel. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus), Kombes Pol Yudiawan, mengatakan, kemunculan berita hoax yang kian berpolemik harus dicerna dengan baik. Dalam pemberitaan hoax atau tidak benar, tentu akan berurusan dengan hukum. Dimana hal itu akan ditangani oleh tim Ciber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel. Terlebih, mengingat adanya undang-undang dan ketentuan yang berlaku.
“Masyarakat harus cerdas untuk melihat suatu berita, maka jika ada berita yang tidak jelas, tidak boleh langsung dicerna begitu saja, tapi harus dibuktikan dari mana sumbernya,” katanya.
Penyebaran berita hoax, lanjut Yudiawan, telah diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang tersebut memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum dan merugikan kepentingan Negara.
Meski demikian, Yudi tak menapik jika bagi para penyebar yang terlibat akan dipidanakan. Hanya saja, untuk menjerat dan mempidanakan tentu harus diawali dengan adanya laporan dari pihak dirugikan.
“Kalau ada pelapornya ya disidik. Kalau kemudian ada yang merasa dirugikan dan melapor, barulah kita melaksanakan penyidikan,” tegasnya. (*)
0 Response to "Punggawa Macakka Diserang Hoax - rakyatsulsel.com (Siaran Pers)"
Post a Comment